Kamis, 13 November 2014

TEORI BELAJAR KOGNITIFISNE MENURUT TEORI MEDAN (FIELD THEORY )

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengajaran identik dengan pendidikan. Setiap kegiatan pengajaran adalah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengajaran adalah suatu proses aktivitas mengajar dan belajar, di dalamnya terdapat dua subjek yang saling terlibat, yaitu guru dan peserta didik.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam melaksanakan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Adanya proses yang panjang dan tertata dengan rapi serta berjenjang akan memungkinkan belajar menjadi lebih baik dan efisien. Dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang teori belajar kognotifisme menurut pandangan Medan.
Pembelajaran kognitif menitik beratkan pada belajar aktif, berupa belajar lewat interaksi sosial maupun belajar lewat pengalaman pribadi. Aliran kognitif berjalan dengan baik dan diterapkan pada kurikulum  pendidikan yang mana didalamnya mempunyai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jadi siswa di tuntut untuk aktif di dalam kelas ini merujuk pada pembelajaran menurut aliran kognitif yang menjadikan siswa dapat aktif di dalam proses pembelajaran. Karena, di dalam pembelajarannya guru hanya sebagai fasilitator, sedangkan siswa di sini tidak menjadi objek pembelajaran akan tetapi siswa sebagai subjek dari pembelajaran.
Pembahasan ini sangat penting karena mengingat proses belajar yang terjadi didalam kelas berlangsung dalam proses komunikasi yang berisi pesan-pesan yang berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip dan keterampilan yang sering digunakan dalam sehari-hari. P
roses pembelajaran dituntut untuk secara aktif berpartisipasi. Keaktifan berpartisipasi ini memberikan kesempatan yang luas mengembangkan potensi, bakat yang dimiliki oleh masing-masing siswa.


B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini kami akan meembahas masalah-masalah yang berkaitan dengan teori belajar kognotifisme menurut pandangan Medan antara lain :
1. Apakah pengertian dari teori belajar?
2. Apakah pengertian dari teori belajar kognitifisme?
3. Bagaimana teori belajar kognitifisme menurut pandangan Medan?
4. Apasajakah kekurangan dari teori belajar kognitif menurut pandangan Medan?
C. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian dari teori belajar.
2. Mengetahui pengertian dari teori belajar kognitifisme.
3. Megetahui teori belajar kognitifisme menurut pandangan Medan dan
4. Mengetahui kekurangan dari teori belajar kognitif menurut pandangan Medan.
















BAB II
TEORI BELAJAR KOGNITIFISNE
MENURUT TEORI MEDAN (FIELD THEORY )

A. Teori Belajar
Dalam segala proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar mengajar  merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapai tujuan pendidikan bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh murid sebagai anak didik dan bagaimana guru menerapkan proses pembelajaran di kelas.
Menurut Cronbach dia mengemukakan dalam bunkunya educational psychology dengan menyatakan bahwa “Belajar dengan yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pengajar mempergunakan    panca indranya”.
Menurut Crow and Crow (1958. h. 225) belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan , pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan menurut Hilgard (1962. h. 252) belajar adalah sutu proses dinama suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu siatuasi.
Dari defenisi yang telah dikemukakna diatas belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Teori adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk mempelajari atau meneliti sesuatu dalam sesuatu proses pembelajaran. Berarti teori belajar adalah cara-cara yang digunakan untuk memahami tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.


B. Teori Belajar Kognitifisme
Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan.
Teori belajar kognitif menekankan pada cara – cara seseorang menggunakan pikranya untuk beajar, mengingat, dan menggunakan pengetahuan yang telah di peroleh dan disimpan dalam pikranya secara efektif. Psikologi kognitif menyatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri(faktor intern). Faktor-faktor intern itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pandangan tersebut, teori belajar psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pefungsian kognisi, terutama unsur pikiran, dengan kata lain aktivitas belajar pada diri manusia ditetapkan pada proses internal dalam pikiran yakni proses pengolahan informasi.
Manusia sebagai makhluk yang aktif berinteraksi dengan lingkungan. Pada umumnya, setiap orang tidak hanya aktif menerima sesuatu dari lingkungan, melainkan mereka berusaha memberikan perubahan pada lingkungannya. Dalam situasi pembelajaran, seseorang terlibat secara langsung guna memperoleh pemahaman (insight) untuk memecahkan persoalan. Perilaku seseorang tergantung pada pemahaman di mana keseluruhan lebih bermakna dari pada unsur-unsur. Ini berarti, apa yang dimiliki seseorang tergantung kepada aktivitasnya, mementingkan keseluruhan (holistik), kondisi kekinian, serta pembentukan struktur kognitif dan pemahaman.
Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif holistik di antaranya:
1. Teori Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wertheimer
2. Teori Medan (Field Theory), dengan tokohnya Lewin
3. Teori Organismik yang dikembangkan oleh Wheeler
4. Teori Humanistik, dengan tokohnya Maslow dan Rogers
5. Teori Konstruktivistik, dengan tokohnya Jean Piaget

C. Teori Belajar Kognitifisme Menurut Pandangan Medan
Teori Medan sebenarnya merupakan perkembangan  secara khusus dari Psikologi Gestalt,karena itu prinsip-prinsip dari teori Gestalt juga masih berlaku di dalam teori Medan ini, di samping adanya penambahan unsur-unsur baru.
Dalam psikologi field theory ( teori medan ) berasumsi bahwa tingkah laku dan atau proses-proses kognitif adalh suatu fungsi dari banyak variabel yang adanya secara simulasi ( serempak ),dan suatu perubahan sesuatu dalam mereka akan berakibat Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah menurut  J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memehami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
2. Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3. Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
4. Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.
Toeri Medan melihat makna dari suatu fenomena yang relatif terhadap lingkungannya. Sesuatu dipersepsi sebagai pendek jika objek lain lebih panjang. Warna abu-abu akan terlihat lebih cerah pada bidang berlaatr belakang hitam pekat. Warna abu-abu akan terliaht biru pada latar berwarna kuning.
Belajar melibatkan proses mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kedalam pola-pola yang sistematis dan bermakna. Belajar bukan merupakan penjumlahan (aditif), sebaliknya belajar mulai dengan mempersepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni menangkapbagian bagian dan detail suatu objek pengalaman. Dengan memahami bagian / detail, maka persepsi awalakan keseluruhan objek yang semula masih agak kabur menjadi semakin jelas. Belajar menurut paham ini merupakan bagian dari masalah yang lebih besar yakni mengorganisasikan persepsi kedalam suatu struktur yang lebih kompleks yang makin menambah pemahaman akan medan. Medan diartikan sebagai keseluruhan dunia yang  bersifat psikologis. Seseorang meraksi terhadap lingkungan seauai dengan persepsinya terhadap lingkungan pada saat tersebut. Manusia mempersepsi lingkungan secara selektif, tidak semua objek masuk kedalam fokus persepsi individu, sebagian berfungsi hanya sebagai latar.
Tekanan pada psikologi medan ini adalah sifat bertujuandari prilaku manusia. Individu menetapkan tujuan berdasarkan tilikan (insight) terhadap situasi yang dihadapinya. Perilakunya akan dinilai cerdas atau dungu tergantung kepada memdai atau tidaknya pemahamanya akan situasi mengubah hasil keseluruhan.
Menurut Roughly suatu medan diartikan sebagai suatu sistem interrelasi yang dinamis, sesuatu bagian-bagiannya mempengaruhi tiap-tiap bagian yang lain.Sesuatu yang penting dalam teori medan adalah bahwa tidak sesuatu pun berada di dalam isolasi. Konsep medan ini digunakan dalam banyak level. Bahkan Gestalt itu sendiri dapat diperkirakan sebagai suatu medan yang kecil. Lingkungan dapat dipandang sebagai medan dan person sendiri dapat difikirkan sebagai suatu sistem interrelasi yang dinamik. Apa yang terjadi terhadap seseorang akan mempengaruhi sesuatu yang lain tentang dirinya. Titik berat selalu pada totalitas atau keseluruhan bukan bagian-bagian individual.









Tindakan Kurt Lewin menjelaskan bahwa tingkah laku manusia dalam suatu waktu ditentukan oleh keseluruhan jumlah fakta-fakta psikologis yang dialami dalam waktu tertentu.  Menurut Lewin, fakta-fakta psikologis itu adalah sesuatu yang berpengaruh pada tingkah laku,termasuk marah,ingatan kejadian lampau, penampilan tertentu orang lain. Semua fakta-fakta psikologis ini menjadi kan ruang lingkup kehidupan seseorang. Beberapa fakta psikologis itu akan berpengaruh positif atau negatif dalam tingkah laku seseorang. Keseluruhan gejala-gejala itulah yang akan menentukan tingkah laku seseorang dalam suatu waktu. Menurut Lewin hanya pengalaman-pengalaman yang disadari yang berpengaruh pada tingkah laku. Pengalaman-pengalaman lampau dapat berpengaruh pada tingkah laku sekaraang, tetapi person harus disadarkan dulu pada pengalaman-pengalaman lampau tersebut. Perubahan pada fakta psikologis akan menyusun kembali seluruh ruang kehidupan. Jadi tingkah laku itu perubahan-perubahan yang kontinyu dan dinamis. Manusia berada dan berkembang dalam suatu pengaruh perubahan-perubahan medan kontinyu.Inilah yang dimaksud teori medan dalam psikologi.
Pokok-pokok Teori Medan
1. Belajar adalah sebagai perubahan struktur kognitif (pengetahuan)
Orang yang belajar, akan bertambah pengetahuannya,bertambah pengetahuannya berarti tahu lebih banyak daripada sebelum belajar. Tahu lebih banyak berarti ruang hidupnya bertambah luas dan semakin terdeferensiasi, arti semua ini berarti seseorang banyak memiliki fakta saling berhubungan antar fakta yang satu dengan yang lain. Demikian lebih luas pengethuannya atau ruang lingkup hidupnya ( live space).
Orang dikatakan belajar apabila seseorang itu menghadapi problem.Situasi yang problematis adalah suatu ruang hidup yang tak berstruktur, tak jelas strukturnya dan tak tahu bagaimana harus memecahkannya. Untuk menghadapi problem tersebut individu harus mengadakan pengubahan struktur pengetahuan yang telah ada(pengubahan struktur kognitif). Pengubahan struktur kognitif  ini berlangsung dengan pemolaan (patterning) dalam pengamatan, selain dengan ulangan. Namun ulangan menurut Lewin tak begitu penting,sebab ulangan yang terlalu banyak justru menyebabkankejenuhan psikologis(psychological satiation).
Dengan terbentuknya pola-pola pengamatan dalam kognitif ini akan membantu dalam setiap menghadapi problem. Berarti ada semacam kekuatan intrinsik dalam struktur kognitif.Jadi belajar itu tidak lain adalah usaha penstrukturan kembali atau reorganisasikan kembali dari suatu problem.
2. Peranan Hadiah dan Hukuman
Kurt Lewin menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman itu sebagai situasi yang mengandung konflik
a. Situasi yang mengandung hukuman (lihat gambar )
         B
Hk(-)        
         Fhk                 Ftg Tg(-)

Didalam situasi yang digambarkan itu pribadi(P) harus melakukan pekerjaan atau tugas yang tidak menyenangkan(TG), karenanya ada kebutuhan untuk meninggalkan tugas yang tidak menyenangkan itu. Supaya ia tetap pada pekerjaan itu ada ancaman hukuman kalau dia tidak mengerjakan(HK). Jadi dalam situasi ini lalu timbul konflik, yaitu pribadi harus memilih salah satu diantara dua kemungkinan yang tidak menyenangkan itu. Dalam situasi yang demikian itu,maka kecenderungannya ialah meninggalkan situasi yang serba tidak menyenangkan itu,untuk menghindarkan kedua hal itu. Supaya pribadi tidak meninggalkan medan itu maka harus ada rintangan atau barier(B); barier ini dalam kehidupan biasa adalah kekuasaan,konkretnya lagi:dalam situasi konflik seperti yang digambarkan diatas perlu pengawasan.

b. Situasi yang mengandung hadiah
Dalam situasi yang mengandung hadiah tidak perlulah pribadi dimasukkan kedalam tembok pengawasan seperti yang digambarkan diatas itu,karena sifat menariknya hadiah itu akan menahan pribadi itu untuk tetap didalam medan itu. Akan tetapi, memang perlu diberikan barier(B) untuk mencegah supaya pribadi jangan sampai mencapai hadiah secara langsung tanpa mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan (lihat gambar )
          B
                                 
      fHd              FTg

Tg(-)

GD(+)

Karena hadiah(Hd) itu berhubungan dengan aktivitas menjalankan tugas(Tg) secara eksternal,maka selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan yang lebih singkat apabila mungkin,yaitu mendapatkan hadiahnya tanpa mengerjakan tugasnya. Karena ada kecenderungan yang demikian itu,maka haruslah dicegah supaya jangan sampai dia(P) mencari Hd melalui jalan yang tidak seharusnya.
Hadiah dan hukuman merupakan dua sarana motivasi yang berguna. Tetapi dalam penggunaanya memerlukan pengawasan. Nilai yang baik bagi anak didik pada umumnya sebagai sesuatu hal yang diinginkan (hadiah). Tetapi tugas-tugas dalam belajar untuk meraih nilai-nilai tersebut pada umumnya dianggap sebagai hal yang kurang menarik.
Oleh karena itu ada kecenderungan sebagian besar dari anak didik untuk memperoleh nilai baik tetapi tidak mau melakukan tugas atau tanpa belajar, yang kadang-kadang sampai berbuat curang, misal menyontek dan Untuk menghindari hal tersebut dan agar anak didik tetap berada  pada medan maka perlu pengawasan.
3. Masalah Sukses (berhasil) dan gagal
Kurt Lewin lebih setuju menggunakan istilah sukses dan gagal daripada hadiah dan hukuman. Karena apabila tujuan yang akan dicapai adalah intrinsik, maka kita akan lebih tepat berbicara tujuan itu berhasil dan gagal untuk dicapai  daripada berbicara tujuan itu mengandung hadiah dan hukuman.
Orang yang berpengalaman sukses maka ia akan merasa bangga,senang,puas,bergaiarah,bersemangat. Dan sebaliknya orang yang berpengalaman gagal maka ia akan merasa malu,sedih,tidak puas,hilang semangat, putus asa. Oleh karena itu sebaiknya para pendidik selalu memberikan pengalaman sukses. Pengalaman sukses dapat diperoleh melalui beberapa keadaan antara lain:
a. Pengalaman sukses dialami apabila seseorang benar-benar mendapat apa yang diinginkannya
b. Pengalaman sukses juga dialami apabila seseorang sudah  berada di dalam daerah tujuan yang ingin dicapai
c. Pengalaman sukses dialami apabila orang telah membuat suatu kemajuan ke arah tujuan yang akan dicapai/dikehendaki
d. Pengalaman sukses juga  dialami apabila orang telah berbuat dengan cara yang oleh masyarakat dianggap sebagai cara untuk mencapai tujuan.
4. Taraf Aspirasi
Pengalaman sukses dan gagal bersangkutan langsung dengan taraf aspirasi seseorang. Oleh karena itu orang dikatakan sukses atau gagal tergantung pada taraf aspirasinya. Untuk itu hendaknya setiap orang dalam mencapai apa yang akan dicapai perlu dirumuskan tujuan yang bersifat sementara,dimana ia terlibat sehingga daerah itulah (tujuan sementara) seseorang akan merasa berhasil.
5. Ulangan yang terlalu banyak menimbulkan kejenuhan psikologi
Lewin berpendapat bahwa belajar itu pertama-tama adalah diperolehnya pencaerahan (insight), sedangkan ulangan memiliki kedudukan yang sekunder. Untuk mencapai insight(pencerahan)memerlukan ulangan tetapi yang penting bukan banyaknaya ulangan yang menentukan didapatnya insight(pemecahan problem). Justru ulangan yang terlalu banyak akan menimbulkan kejenuhan psikologi yang mengakibatkan terjadinya dideferensiasi(kekaburan) yang berarti menambah jauhnya anak didik dari pemecahan masalah.
6. Aplikasi Teori Medan Dalam Belajar
a. Dalam belajar yang penting adalah terbentuknya pola fikir pada belajar.
b. Dalam menggunakan motivasi belajar yang berupa hadiah(berupa nilai) perlu pengawasan yang cukup, untuk menghindari adanya kecurangan.
c. Ulangan dalam belajar perlu diperhatikan frekuensinya agar taidak menimbulkan kejenuhan.
d. Hadiah itu penting dalam pendidikan. Oleh karena itu guru hendaknya selalu memberikan pengalaman sukses(hadiah).

D. Kekurangan terhadap teori Lewin
1. Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu sebagai penentu tingkah laku. Ini merupakan resiko teori yang mementingkan masa kini dan masa yang akan datang. Teori ini juga terlalu bersibuk diri dengan aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga mengabaikan tingkah laku motoris yang nampak dari luar.
2. Lewin menyajikan teorinya tidak secara sisttematis
3. Penggambaran topologis dan vaktorial dari Lewin tidak mengungkapkan sesuatu yang baru tentang tingkah laku.
4. Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberikan arti yang kabur.












BAB II
PENUTUP

Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar. Agar siswa dapat mengatasi hambatan tersebut bahan belajar yang baru  yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep-konsep , prinsip-prinsip dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha dengan sungguh-sungguh melalui metode eksperimen, inkuiri dan discoveri. Individu bereaksi dengan life space (Ruang Hidup) yang mencakup perwujudan lingkungan di mana siswa bereaksi dengan orang-orang yang ditemui, obyek material yang dihadapi serta fungsi-fungsi kejiwaan yang dimiliki. Selain faktor-faktor yang sifatnya personal, perilaku individu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosial lingkungan.
 














DAFTAR PUSTAKA

Dalyono,M.Drs. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Djoko Susilo,M. 2006. Gaya Belajar Menjadikan Makin Pintar. Yogyakarta: Pinus.
Mustaqim, H. Drs. 2001. Psikologi Pendidikan. Semarang: Fak. Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Pustaka Pelajar.
Rumini, Sri dkk.1991. : Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta.
http://www.scribd.com/doc/42404959/Makalah-Teori-Belajar-Kurt-Lewin
http://www.gudangmateri.com/2010/07/teori-belajar-psikologi-kognitif.html
http://teori-belajar-dan-pembelajaran.blogspot.com/









Tidak ada komentar:

Posting Komentar