Mendidik
Remaja dengan Cinta
Berbicara
tentang remaja, kita tidak akan pernah kekurangan tema untuk itu. Dunia remaja
sangatlah luas dan “unik”. Penuh warna,
kejutan dan semua yang serba “baru”. Baru disini mengacu pada
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja itu sendiri, dimana perubahan
itu meliputi semua aspek kehidupan remaja dari sisi fisiologis, kognitif,
emosional maupun social.
Lalu,
siapa sebenarnya remaja itu? Menurut G. Stanley Hall (Bapak studi ilmiah
tentang remaja) menyatakan bahwa remaja adalah masa antara usia 12 sampai 23
tahun, yang mana penuh dengan storm dan stress. Mengapa dipakai istilah storm dan stress? Istilah storm
& stress disini menjelaskan bahwa
masa remaja merupakan masa
goncangan yang dipenuhi konflik dan perubahan suasana hati (Santrock,2003). Perubahan
yang sangat pesat dan cepat itu tidak bisa di terima remaja dengan mudah, dan
proses penyesuaian diri itulah yang
seringkali sulit dan menimbulkan banyak masalah. Berada di masa “peralihan”
membuat remaja seringkali goyah dalam menentukan akan seperti apa dia membangun
konsep dirinya. Karena pada masa itu, seorang remaja masih mudah untuk
dipengaruhi terutama dari faktor eksternal dirinya, misalkan teman-teman sepergaulan.
Permasalahan
utama pada masa remaja adalah terjadinya konflik antara remaja dan orang tua.
Hal tersebut karena tidak adanya pemahaman yang sama di antara keduanya.
Masing-masing terlalu mengedepankan
ego sendiri, remaja tidak terbuka dengan
pemikiran maupun pendapat orang tua, begitu pun sebaliknya. Hal itu juga
disebabkan oleh perbedaan tipe kepribadian antara orang tua dan remaja (Rice
& Dolgin,2002). Orang tua memilki karakteristik-karateristik tertentu
seperti bersikap dengan hati-hati, realistis, berpegang pada masa lalu, seringkali
membandingkan keadaan remaja sekarang dengan masa remaja orang tua dulu,dan
sebagainya. Hal tersebut berkebalikan dengan karakteristik remaja yang idealis
dan optimis, memandang bahwa keadaan remaja tempo dulu sudah tidak relevan
dengan keadaan sekarang (Rice & Dolgin,2002).
Konflik yang
terjadi antara orang tua dan remaja itu seringkali karena orang tua terlalu
mengatur kehidupan remaja. Misalkan mengenai dengan siapa kita boleh berteman,
kapan kita boleh keluar malam, kegiatan apa saja yang boleh kita ikuti, dan
sebagainya (Rice & Dolgin,2002). Terkadang peraturan-peraturan orang tua
tersebut membuat remaja merasa terkungkung, tidak bisa menikmati dunia luar
yang sudah mulai mereka pahami. Remaja menganggap bahwa orang tua mereka
terlalu banyak aturan, kolot, tidak gaul, tidak bisa memahami apa yang
diinginkan oleh mereka. Padahal
seringkali orang tua memiliki maksud yang baik dengan segala aturan-aturannya.
Namun, para orang tua belum bisa mengomunikasikannya dengan baik kepada para
remaja mereka.
Permasalahan remaja
tidak hanya dengan orang tua mereka, lingkungan sosial di luar keluarga menjadi
kesempatan sekaligus ancaman bagi pengembangan diri mereka. Lingkungan sosial
sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seorang remaja dimana remaja
mendapatkan banyak input mengenai berbagai hal baik positif maupun negative. Hal
positif ketika mereka mampu mengembangkan diri baik dalam hal akademik,
soft-skills, kemampuan berinteraksi dengan lingkungan, dan sebagainya.. Namun
sayangnya, di era modernisasi ini lebih banyak hal negative yang dianut oleh
para remaja. Kemajuan teknologi selain membawa dampak positif yaitu dengan
semakin mudahnya mengakses berbagai macam ilmu, juga menyediakan
perangkat-perangkat yang merusak generasi muda seperti misalkan maraknya video
porno di internet. Remaja sekarang identik dengan kekerasan, tawuran antar
geng, pergaulan bebas, gaya hidup hedonis, narkoba,dan sebagainya.
Segala
permasalahan remaja yang ada baik karena konflik internal dengan orang tua
maupun faktor-faktor eksternal dari lingkungan sosial, sesungguhnya bisa
diatasi dengan pola asuh yang baik dari orang tua itu sendiri. Bagaimana orang
tua mempersiapkan anak-anaknya sebelum mengenal dunia luar ketika mereka
beranjak remaja. Karena sesungguhnya benteng yang paling bisa menjaga para
remaja adalah dengan nilai-nilai moral maupun agama yang ditanamkan oleh orang
tua. Proses transfer nilai itu yang harus dicermati yaitu dengan pola pengasuhan
yang sesuai. Selama ini yang sering kita lihat di masyarakat, para orang tua
tidak memilki pemahaman yang baik mengenai bagaimana mendidik anak dengan baik
sehingga anak-anaknya kurang bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal. Masih
belum menjadi hal yang biasa di masyarakat kita untuk “belajar” menjadi orang
tua, terutama di kalangan menengah ke
bawah. Padahal kita harus banyak belajar, bahkan sejak masih muda mengenai
bagaimana menjadi orang tua yang baik.
Dalam buku “The Adolescent Development, Relationships
and Culture” (Rice & Dolgin,2002) disebutkan terdapat tiga komponen
dalam pengasuhan. Tiga komponen itu adalah connection,
psychological autonomy dan regulation. Connection
berarti bagaimana orang tua bisa menjalin hubungan yang berkualitas dengan
remaja yaitu dengan menghadirkan kehangatan,cinta,stabilitas dan perhatian. Psychological autonomy yaitu kebebasan
bagi remaja untuk menyuarakan pendapatnya, mempunyai privasi dan membuat
keputusan untuk dirinya. Orang tua perlu untuk memberikan kesempatan kepada
para remajanya untuk secara bebas menyuarakan segala pendapatnya. Sehingga
remaja merasa dihargai atas apa yang menjadi pemikirannya. Dengan begitu orang
tua bisa mengakomodir kebutuhan yang memang sesuai dengan remaja. Sedangkan regulation berarti orang tua memberikan
aturan-aturan maupun pengawasan pada remaja. Peraturan itu sendiri mengajarkan remaja mengenai bagaimana agar bisa melakukan
kontrol diri.Jadi, dalam proses mendidik seorang remaja, seharusnya orang tua
memperhatikan ketiga komponen tadi.
Selain itu,
orang tua juga harus memperhatikan pola-pola pengasuhan yang diterapkan. Diana Baumrind (dalam Santrock,2003) menjelaskan
tiga jenis pola pengasuhan yaitu authoritarian, autoritatif dan permisif. Dalam
pengembangannya, permisif dibagi lagi menjadi permisif tidak peduli dan
permisif memanjakan.
Pola pengasuhan
permisif tidak peduli adalah suatu pola dimana orang tua tidak ikut campur
dalam kehidupan remaja (Santrock,2003). Hal itu berarti remaja kurang mendapat
kasih sayang dan perhatian dari orang
tuanya. Remaja yang demikian akan
mengalami hambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya karena tidak
adanya bimbingan dari orang tua. Pola pengasuhan permisif memanjakan adalah suatu
pola pengasuhan dimana orang tua terlalu terlibat dalam kehidupan remaja tetapi
sedikit sekali mengontrol mereka (
Santrock,2003). Pola pengasuhan ini akan membentuk remaja yang tidak
mandiri dan selalu tergantung dengan orang lain.
Pengasuhan
authoritarian adalah pola pengasuhan yang membatasi dan bersifat menghukum yang
mendesak remaja untuk patuh terhadap petunjuk orang tua dan menghormati
pekerjaan dan usaha. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola
pengasuhan authoritarian membawa dampak yang buruk bagi anak salah satunya
yaitu menurunnya motivasi berprestasi siswa.
Jadi pola pengasuhan yang disarankan untuk para orang tua adalah
pengasuhan autoritatif. Pola ini memberikan kebebasan pada remaja tetapi juga
sekaligus batasan-batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan mereka. Diana Baumrind (1971, 1990, 1991a, 1991b)
menyatakan bahwa orang tua tidak seharusnya memberikan sangsi ataupun hukuman
bagi remaja, melainkan menetapkan peraturan-peraturan tertentu dan memberikan
kasih sayang kepada mereka (dalam Santrock,2003). Dalam menetapkan peraturan,
orang tua perlu melibatkan putra putri mereka sehingga peraturan tersebut lebih bisa diterima dan dilaksanakn dengan
penuh kesadaran.
Dalam
pengasuhan tidak hanya dibebankan kepada ibu tetapi juga menuntut peran ayah
yang sama besarnya. Remaja membutuhkan tempat bertanya mengenai segala dinamika
yang ada pada masa remaja itu. Tempat bertanya itu adalah orang tua mereka,
terutama cenderung yang sesuai dengan seksenya. Remaja laki-laki akan lebih
banyak bertanya pada ayah terutama mengenai identifikasi diri, bagaimana
seorang lak-laki harus menyelesaikan masalahnya dan interaksi dengan lingkungan
social. Sedangkan remaja putri akan banyak bertanya pada ibunya mengenai
perubahan fisik yang terjadi, moral dan
tata krama seorang perempuan (Orthorita P.M & Budi Andayani,2003).
Faktor penting
lain dalam pengasuhan adalah komunikasi. Komunikasi yang baik antara orang tua
dan remaja akan mewujudkan suatu keterbukaan diri dan kemampuan mendengarkan
pada kedua pihak. Kualitas komunikasi sangat penting, tidak berpengaruh apakah
remaja tinggal satu rumah dengan orang tua atau tidak. Dengan komunikasi, orang
tua dapat membantu remaja untuk menyelesaikan permasalahannya secara tepat dan
bijaksana. Selain itu dapat menghindarkan remaja dari keterlibatan dalam
agresivitas yang dipicu oleh lingkungannya (R. Rahmi Diana & Sofia
Retnowati, 2009). Komunikasi yang baik bisa menambah keakraban antara orang tua
dan remaja, sehingga ayah dan ibu tidak sebatas orang tua tetapi sekaligus
menjadi sahabat bagi remaja, tempat berbagi segala suka dan duka.
Orang tua perlu berpikir
tentang bagaimana menjalankan perannya sebgai orang tua yakni mengasuh,
mendidik dan membesarkan anak-anak mereka agar bukan saja tidak mematikan
kebaikan-kebaikan mereka, tetapi juga merangsang inisiatif-insiatif mereka,
mendorong semangat mereka, menunjukkan penerimaan yang tulus dan memberikan
perhatian atas segala kebaikan mereka. Karena orang-orang besar tidak
dilahirkan, mereka ditempa, diukir dan dipersiapkan dengan pendidikan yang baik
oleh orang tua yang selalu menyemangati dengan cinta (Fauzil Adhim, 2006).
DAFTAR
PUSTAKA
Adhim, M. Fauzil. 2006. Positive
Parenting. Bandung : Mizania
Diana, R. Rachmy & Retnowati,
Sofia. 2009. Peranan Kematangan Emosi dan Komunikasi Remaja-Orang Tua terhadap
Kecenderungan Agresivitas pada Pelajar Laki-Laki dan Perempuan. Jurnal
Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, II (2), 141-150.
Maharani, O. P. & Andayani,
Budi. 2003. Hubungan antara Dukungan Sosial Ayah dengan Penyesuaian Sosial pada
Remaja Laki-laki. Jurnal Psikologi UGM, 1, 23-35.
Rice, F. P. & Dolgin, K. G.
2002. The Adolescent. Development, Relationships and Culture. 10th
ed. Boston : Allyn & Bacon
Santrock, John W. 2003. Adolescence
Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga
Mendidik Remaja dengan Cinta
Disusun
untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah “Psikologi Perkembangan Remaja”
Oleh :
Astuti
Dian Lestari
PS 05860
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GAJAH MADA
TAHUN 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar