I.
PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi nasional membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila
dijadikan landasan pokok, landasan
fundamental bagi penyelenggaraan negara
Indonesia. Pancasila berisi lima sila
yang pada hakikatnya berisi lima nilai
dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar
dari pancasila tersebut adalah nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, nilai
Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan
dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat
indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa
nilai dasar Pancasila adalah
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan.
1. Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti
adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta
alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa
yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya
pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama,
tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral
dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan
sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna
usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus
mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa
indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu
pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah
mufakat melalui lembaga-lembaga
perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia mengandung makna sebagai
dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya
masyarakat Indonesia Yang Adil dan
Makmur secara lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan
normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat
dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu
dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut
adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar,
nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada
kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental
penyelenggaraan negara Indonesia.
Kesimpulan :
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu,
menunjukkan kualitas, dan berguna
bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna
bagi kehidupan manusia.
Pancasila memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat
diantaranya Nilai itu suatu
realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia,
Nilai memiliki sifat normatif,
dan Nilai berfungsi sebagai daya
dorong/motivator.
Pancasila
berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang
fundamental.
Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa,
Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan
Indonesia, nilai
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalan
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia.
II. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN
Istilah
paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut
Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut
menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma
adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma
sebagai
alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa
yang
harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan
yang
bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.
Suatu
paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan
oleh
ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau
sudut
pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat
menjelaskan
sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang
tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang
politik, hukum, sosial dan
ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam
pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi,
sumber, tolok ukur, parameter, arah dan
tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma
berarti sesuatu itu dijadikan sebagai
kerangka, acuan, tolok ukur, parameter,
arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati
posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan
manusia.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan
Pancasila
sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif
menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional
yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan
dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi
nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila
adalah dasar
negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup
manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur
penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Secara
singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan
manusia secara
totalitas.
Pembangunan
sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai
bidang yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi
bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila
menjadi paradigma
dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
a. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Politik
Manusia
Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik
bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat
manusia maka
pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia.
Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu
menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari
rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai
pancasila sebagai
paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter
Berdasar
hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila
IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada
asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena
itu, secara
berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral
ketuhanan, moral
kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan. Perilaku
politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas
dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan
bermoral.
b. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Ekonomi
Sesuai
dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem
dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus,
sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila
I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi
yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik
selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem
ekonomi
yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain.
Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang
tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila
bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena
itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi
yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sistem ekonomi
yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang
berasaskan
kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan
dari
nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu
menghindarkan
diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk
lainnya yang
hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan
warga negara.
c. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila
pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak
dari
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang
dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan
sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia,
yaitu
menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya
yang
menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis
jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia
tidak
cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan
derajat
kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat
homo
menjadi human.
Berdasar
sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas
dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si
seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu
ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial
berbagai kelompok
bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga
bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Pertahanan Keamanan
Salah
satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas
dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia
secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan
keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta
(sishankamrata).
Sistem
pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan
sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah
dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa
dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan
pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada
kekuatan
sendiri.
Sistem
ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana
pemerintahan
dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
masalah
pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma
pembangunan
pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam
UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam
undang-undang tersebut
dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada
falsafah dan pandangan
hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar