I.
Pengertian
Kepemimpinan partisipatif didefinisikan
sebagai persamaan kekuatan dan sharing dalam pemecahan masalah dengan bawahan
dengan melakukan konsultasi dengan bawahan sebelum membuat keputusan (Bass
(1990) dalam Zhang (2005)). Kepemimpinan partisipatif berhubungan dengan
penggunaan berbagai prosedur keputusan yang memperbolehkan pengaruh orang lain
mempengaruhi keputusan pemimpin. Istilah lain yang biasa digunakan untuk
mengacu aspek-aspek kepemimpinan partisipatif termasuk konsultasi, pembuatan
keputusan bersama, pembagian kekuasaan, desentralisasi, dan manajemen
demokratis.
Kepemimpinan partisipatif dapat
dipandang sebagai suatu jenis prilaku yang berbeda, meskipun dapat digunakan
bersama-sama dengan tugas khusus dan perilaku hubungan (Likert (1967), Yukl
(1971) dalam Yukl (2002)). Sebagai contoh, diskusi dengan karyawan mengenai
perancangan sistem waktu fleksibel secara bersamaan dapat melibatkan
perencanaan jadwal kerja yang lebih baik dan menunjukkan perhatian atas kebutuhan
karyawan.
II.
Jenis partisipasi berdasarkan cara
pengambilan keputusan
Kepemimpinan partisipatif dapat mewakili
berbagai bentuk sejumlah prosedur dapat digunakan untuk melibatkan orang lain
dalam pembuatan keputusan. Sejumlah ahli teori kepemimpinan telah
mengemukakakan taksonomi pengambilan keputusan yang berbeda, dan hingga saat
ini tidak ada persetujuan mengenai jumlah optimal prosedur-prosedur keputusan
atau cara terbaik mendefinisikannya (Heller & Yukl (1969), Strauss (1977),
Tannenbaum dan Schmidt (1958), Vroom & Yetton (1973) dalam Yukl (2002)).
Namun demikian, secara garis besar
kebanyakan ahli teori menyatakan terdapat empat prosedur pengambilan keputusan
, yaitu:
1. Keputusan autokratis. Manajer membuat
keputusan sendiri tanpa menanyakan pendapat atau saran karyawan, dan karyawan
tidak memiliki pengaruh langsung pada keputusan, atau dengan kata lain tidak
ada partisipasi
2. Konsultasi. Manajer menanyakan ide
dan pendapat pada karyawan, kemudian membuar keputusan sendiri setelah dengan
serius mempertimbangkan saran dan perhatian karyawan.
3. Keputusan bersama. Manajer bertemu
dengan karyawan untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi dan membuat keputusan
bersama. Manajer tidak punya pengaruh lebih besar pada keputusan akhir
dibanding partisipasi lain
4. Delegasi. Manajer memberikan otoritas
dan tanggung jawab untuk membuat keputusan pada seseorang atau kelompok;
manajer biasanya menentukan batas pembuatan keputusan final, dan persetujuan
awal tidak selalu diperlukan sebelum keputusan diimplementasikan
Keempat prosedur keputusan dapat
diletakkan sebagai satu rangkaian kesatuan, dengan range tidak ada pengaruh
dari orang lain hingga pengaruh yang tinggi. Tannenbaum dan Shmidt (1958) dalam
Yukl (2002) membedakan dua jenis keputusan autokratis, pertama pemimpin hanya
semata-mata mengumumkan keputusan aoutokratis (gaya “memberitahu”), dan yang
pemipimpin menggunakan taktik pengaruh seperti persuasi rasional (gaya
’menjual’).
Kedua penulis tersebut juga menyebutkan
tiga jenis konsultasi, yaitu:
1. Pemimpin menunjukkan sebuah keputusan
yang telah dibuat sebelumnya tanpa konsultasi sebelumnya, tetapi bersedia
melakukan modifikasi jika ada keberatan atau saran yang bagus.
2. Pemimpin menunjukkan proposal
sementara dan secara aktif mendorong karyawan untuk memberikan saran demi
perbaikan proposal tersebut
3. Pemimpin menyajikan sebuah masalah
dan meminta karyawan untuk berpartisipasi dalam mendiagnosanya dan
mengembangkan penyelesaiannya, tetapi membuat keputusan akhir sendiri
Vroom dan Yetton (1977) dalam Yukl (2002) mengingatkan pentingnya perbedaan prosedur dan pengaruh sebenarnya. Terkadang yang terlihat sebagai partisipasi hanyalah pura-pura belaka. Misalnya seorang manajer mengumpulkan ide dan saran dari pihak lain, tetapi mengabaikannya ketika membuat keputusan sebaliknya, manajer meminta bawahannya untuk membuat keputusan, namun dilakukan sedemikian rupa sehingga bawahan takut menunjukkan inisiatif atau pendapat yang menyimpang dari pilihan yang menurut pengetahuan karyawan lebih disukai atasannya
Vroom dan Yetton (1977) dalam Yukl (2002) mengingatkan pentingnya perbedaan prosedur dan pengaruh sebenarnya. Terkadang yang terlihat sebagai partisipasi hanyalah pura-pura belaka. Misalnya seorang manajer mengumpulkan ide dan saran dari pihak lain, tetapi mengabaikannya ketika membuat keputusan sebaliknya, manajer meminta bawahannya untuk membuat keputusan, namun dilakukan sedemikian rupa sehingga bawahan takut menunjukkan inisiatif atau pendapat yang menyimpang dari pilihan yang menurut pengetahuan karyawan lebih disukai atasannya
Prosedur keputusan merupakan keputusan
deskripsi abstrak dari tipe ideal, prilaku manajer sebenarnya jarang yang
benar-benar sesuai dengan deskripsi-deskripsi tersebut. Riset sebelumnya
menyatakan konsultasi biasanya terjadi secara informal selama interaksi
berulang dengan orang lain dibanding pada pertemuan formal yang hanya sekali
saja.
Prilaku manajer sebenarnya bisa
melibatkan campuran elemen dari prosedur-prosedur keputusan yang berbeda
seperti konsultasi mengenai diagnosis masalah tetapi tidak mengenai pilihan
akhir dari alternatif solusi-solusi yang ada, atau mengkonsultasikan pilihan
akhir atas solusi-solusi yang ditetapkan sebelumnya. Prilaku partisipatif
memiliki kualitas dinamis dan dapat berubah seiring waktu. Sebagai contoh,
prilaku yang sebelumnya merupakan konsultasi, dapat berubah menjadi keputusan
bersama ketika bawahan menyetujui pilihan atasannya.
III.
Tujuan
Partispasi
•
Konsultasi lateral
•
Tujuan Konsultasi ke arah atas
•
Konsultasi dgn orang luar
•
konsultasi ke arah bawah
IV.
Manfaat potensial dari partisipasi
Kepemimpinan
partisipatif menawarkan sejumlah keuntungan seperti meningkatkan kualitas
sebuah keputusan bila para peserta mempunyai informasi dan pengetahuan yang
tidak dipunyai pemimpin tersebut, bersedia untuk kerjasama dalam mencari suatu
pemecahan yang baik untuk suatu masalah keputusan, disamping itu peluang untuk
memperoleh suatu pengaruh terhadap sebuah keputusan biasanya meningkatkan
komitmen dalam hal tersebut. Keuntungan yang potensial juga tergantung pada
siapa yang tersangkut dalam pengambilan keputusan, apakah mereka para bawahan,
kerabat, atasan atau pihak luar
Empat manfaat potensial termasuk didalamnya :
1. kualitas
keputusan yang lebih baik
2. penerimaan
keputusan yang lebih baik oleh partisipan
3. kepuasan
lebih tinggi dengan proses pengambilan keputusan yang ada
4. pengembangan
keahlian pengambilan keputusan.
Melibatkan orang lain dalam
pengambilan keputusan cenderung meningkatkan kualitas keputusan ketika
partisipan memiliki informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki atasannya dan
bersedia bekerja sama dalam menemukan solusi yang baik untuk masalah yang
dihadapi. Kerjasama dan berbagi pengetahuan akan tergantung pada seberapa jauh
partisipan mempercayai pemimpinnya dan memandang proses pengambilan keputusan
yang dilakukan sah dan bermanfaat. Jika partisipan dan pemimpin mempunyai
tujuan yang berbeda partisipasi akan cenderung menurunkan kualitas keputusan.
Meskipun dengan kerjasama tinggi, tidak
ada jaminan bahwa partisipasi akan menghasilkan keputusan yang lebih baik.
Proses keputusan yang dilakukan oleh kelompok akan menentukan kemampuan anggota
kelompok untuk mencapai persetujuan, dan hal itu akan menentukan seberapa jauh
keputusan yang diambil mempu menggabungkan keahlian dan pengetahuan anggotanya.
Ketika anggota organisasi memiliki persepsi masalah yang berbeda atau prioritas
akan hasil yang berbeda, akan sulit memproleh keputusan dengan kualitas yang
baik. Kelompok bisa gagal mencapai persetujuan atau menyelesaikannya dengan
kompromi-kompromi yang jelek. Akhirnya, aspek-aspek lain situasi keputusan
seperti tekanan waktu, jumlah partisipan, dan kebijakan-kebijakan formal,
membuat beberapa bentuk partisipasi menjadi tidak praktis.
Orang yang memiliki pengaruh yang dapat
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan cenderung berpersepsi bahwa
keputusan yang diambil adalah keputusan orang tersebut. Perasaan memiliki ini
meningkatkan motivasi orang tersebut untuk mengimplementasikannya dengan baik.
Partisipasi juga memberikan pengertian yang lebih mendalam mengenai sifat
masalah keputusan dan alasan sebuah alternatif tertentu dipilih dan alternatif
lainnya ditolak. Partisipan akan lebih memahami pengaruh keputusan yang diambil
terhadap partisipan, yang pada akhirnya dapat mengurangi ketakutan dan
kecemasan yang mungkin terjadi. Apabila hal yang tidak diinginkan terjadi,
partisipan cenderung berusaha untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dari
masalah yang dihadapi.
Penelitian
yang dilakukan pada procedural justice (Earley & Lind (1987),
Lind & Tyler (1998) dalam Yukl
(2002)) menemukan bahwa kesempatan menyatakan pendapat dan pilihan sebelum
keputusan dibuat dapat memiliki pengaruh yang menguntungkan tanpa memandang
besarnya pengaruh pendapat tersebut terhadap hasil akhir. Manusia cenderung
merasa diperlakukan dengan hormat apabila diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapat dan pilihan mengenai keputusan yang akan mempengaruhinya, dan manusia
tersebut akan menjadi lebih puas dengan proses pengambilan keputusan yang
dilakukan.Pengalaman membantu membuat keputusan yang kompleks dapat
Pengembangkan keahlian dan keyakinan
diri partisipan. Besarnya manfaat ini diperoleh tergantung atas besarnya
keterlibatan partisipan dalam proses diagnosa sumber masalah, menghasilkan
solusi yang memungkinkan, mengevaluasi solusi yang ada untuk mencari solusi
terbaik, dan merencanakan cara implementasinya. Partisipan yang terlibat dalam
keseluruhan proses belajar lebih banyak dibanding partisipan yang hanya
memiliki kontribusi di satu aspek saja.
V.
Cara
Melakukan Partisipasi
Beberapa langkah yang dapat ditempuh
seorang pemimpin dalam melakukan Partisipasi :
•
Dorong orang untuk mengungkapkan kekawatiran
mereka
•
Jelaskan bahwa usulan itu sementara
•
Catatlah ide ide dan saran-saran
•
Dengarkan pandangan yang menolak tanpa
menjadi konflik
•
Perlihatkan penghargaaan terhadap
saran-saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar