Jumat, 22 Mei 2015

DMC (Penyimpanan dan Distribusi Obat)



Penyimpanan merupakan kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat serta menurut persyaratan yang ditetapkan yaitu dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, dibedakan menurut suhunya, kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Tujuannya adalah untuk memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan1,10.

Distribusi obat merupakan suatu proses penyerahan obat sejak setelah sediaan disiapkan oleh IFRS sampai dengan dihantarkan kepada perawat, dokter, atau tenaga medis lainnya untuk diberikan kepada pasien2. Tujuannya untuk menyediakan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat jenis dan jumlah1. Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien, harus menjamin, obat benar bagi penderita tertentu, dengan dosis yang tepat, pada waktu yang ditentukan dan cara penggunaan yang benar3.
Metode penyimpanan  dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan;, yaitu: 1) bentuk sediaan obat (tablet, kapsul, sirup, drop, salep/krim, injeksi dan infus), 2) bahan baku, 3) nutrisi, 4) alat-alat kesehatan, 5) gas medik, 6) bahan mudah terbakar, 7) bahan berbahaya, 8) reagensia, dan 9) film rotgen, dan alfabetis; Pengaturan secara alfabetis dilakukan berdasarkan nama generiknya, dengan menggunakan cara FEFO (First Expired First Out), yaitu obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu dan FIFO (First In First Out) dengan cara menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih pendek1,7.
Sistem distribusi obat di rumah sakit, dibagi menjadi :
1. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS ke semua tempat perawatan penderita di rumah sakit tanpa adanya cabang dari IFRS di tempat perawatan.
-  Individual prescription atau resep perseorangan yakni order/resep ditulis oleh dokter untuk tiap pasien. Obat yang diberikan sesuai dengan resep. Keuntungannya : resep dikaji langsung oleh apoteker, pengendalian lebih dekat, penagihan biaya mudah. Kelemahannya: memerlukan waktu lama, pasien mungkin membayar obat yang tidak digunakan.
- Total ward floor stock atau persediaan ruang lengkap, semua perbekalan farmasi yang sering digunakan dan dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang penyimpanan. Hanya digunakan untuk kebutuhan darurat dan bahan dasar habis pakai. Keuntungan: pelayanan cepat dan mengurangi pengembalian order perbekalan farmasi. Kelemahan: medication error meningkat, perlu waktu tambahan, kemungkinan hilangnya obat, kerugian karena kerusakan perbekalan farmasi1.
- Kombinasi dari individual prescription dan persediaan ruang lengkap, obat yang diperlukan pasien disediakan di ruangan, harganya murah dan mencakup obat berupa resep atau obat bebas. Keuntungannya: dikaji langsung oleh apoteker, obat yang diperlukan cepat tersedia, ada interaksi anata apoteker dan pasien1.
2.  Desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di rumah sakit1.
-  UDD : perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal, disispensing dalam bentuk siap konsumsi, tersedia pada ruang perawatan pasien. Keuntungan, pasien hanya membayar obat yang digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat. Kelemahan, kebutuhan tenaga kerja dan biaya operasional meningkat1.
-  One Daily Dose mirip indvidual prescribing namun diberikan untuk sehari sesuai dengan dosisnya, Kelebihan : Mengurangi resiko biaya obat2.
Indikator penyimpanan obat yaitu: 
1) Kecocokan antara barang dan kartu stok, indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat, 
2) Turn Over Ratio, indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal, 
3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak, indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit, 
4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO, 
5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan, 
6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding terbalik dengan nilai TOR7.
Indikator distibusi dibagi menjadi enam, yaitu:
1) penggunaan obat generik berlogo dengan keseluruhan penggunaan obat, 
2)frekuensi keluhan penderita rawat jalan terhadap pelayanan farmasi, 
3) frekuensi keluhan profesi kesehatan lain terhadap pelayanan farmasi, 
4) rata-rata waktuyang digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak digunakan untuk melayani resep, yaitu sejak resep masuk ke bagian distribusi sampai ke tangan pasien, 
5) persentase resep yang tidak dapat dilayani tiap bulan, 
6) persentase obat yang tidak masuk ke dalam formularium9.
Persyaratan tempat menyimpan Bahan beracun dan berbahaya adalah : Tempat penyimpanan tidak untuk aktifitas,  Dekat dengan hidrant / safety shower, Ruang cukup luas dapat melindungi mutu produk, Menjamin keamanan produk, Menjamin keamanan petugas, Ada rambu / tanda, denah lokasi , jalur evakuasi, Bahan tidak diletakkan di lantai (letakkan di atas palet, rak, lemari), Sumber listrik sejauh mungkin, Ada alat pengukur suhu dan kelembaban, Alat deteksi kebakaran, apar, Ada APD5.
Penyimpanan narkotika dan psikotropika yakni pada gudang atau lemari penyimpanan yang aman dan terkunci, gudang tidak boleh dimasuki orang tanpa izin penanggung jawab. Penyimpanan produk rantai dingin; suhu area terjaga (Penyimpanan < 25°C (sejuk) : disimpan dalam ruangan ber-AC, penyimpanan dingin disimpan dalam lemari pendingin (2-8°C) untuk menyimpan vaksin dan serum, chiller dan freezer (Penyimpanan 0°C) khusus untuk vaksin OPV8.
Untuk penanganan sitostatika persyaratan ruang aseptik diantaranya aliran sertapartikel udara sangat dibatasi dan terkontrol, punya ruang cuci tangan, diperhatikanjendela antara ruang, LAF, kelengkapan alat pelindung diri (seperti baju, masker,sarung tangan, sepatu) dan adanya biological safety cabinet yakni alat yangmelindungi petugas, materi dan lingkungan sekitar1.
Persyaratan ruang penyimpanan perbekalan farmasi: Utilities, ruangpenyimpanan memiliki sumber listrik, air, AC, dan sebagainya. Communication, ruang penyimpanan harus memiliki alat komunikasi misalnya telepon. Drainage, ruang penyimpanan harus berada di lingkungan yang baik dengan sistem pengairan yang baik pula. Security, ruang penyimpanan harus aman dari resiko pencurian dan penyalahgunaan serta hewan pengganggu. Size, ruang penyimpanan harus memiliki ukuran yang cukup untuk menampung barang yang ada. Accessibility, ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses4.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembangunan gudang farmasi adalah: 
1) ada pengukur suhu ruangan, 
2) ruangan kering tidak lembab, 
3) ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau panas, 
4) perlu cahaya cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis, 
5) lantai dibuat dari tegel/semen yang tidak memungkinkan debu dan kotoran lain, 
6) dinding licin, 
7) hindari pembuatan sudut lantai dan dinding tajam, 
8) gudang khusus untuk obat, 
9) pintu berkunci ganda, 
10) tersedia lemari khusus narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci1
Luas bagian farmasi untuk Rumah Sakit tipe B setidaknya berukuran 0,4-0,6m2 per tempat tidur, sedangkan untuk gudang pusat berkisar 2,5-3,5m2 per tempat tidur11.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah 1) Kemudahan bergerak; gudang menggunakan sistem satu lantai tanpa atau dengan sekat dengan memperhatikan posisi dinding dan pintu, serta penataan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat dengan sitem arus garis lurus, arus U atau arus L, 2) Sirkulasi udara yang baik, yang mana akan memaksimalkan umur hidup obat, idealnya gudang terdapat AC, namun bisa digunakan alternatif lain seperti kipas angin yang bisa ditambah dengan ventilasi atap, 3) Rak dan pallet, penempatan yang tepat akan meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok obat, 4) Kondisi penyimpanan khusus, seperti vaksin yang membutuhkan cold chain untuk melindungi dari putusnya aliran listrik, narkotika dan bahan berbahaya disimpan dalam lemari khusus yang selalu terkunci, bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk, 5) Pencegahan kebakaran, dengan menghindari penumpukan dus, karton atau bahan mudah terbakar lain, serta alat pemadam kebakaran harus disimpan di tempat yang mudah  terjangkau dengan jumlah cukup1.
Pembagian ruangan di gudang yaitu: ruang kantor, ruang produksi; ruang penyimpanan, ruang obat jadi, ruang obat produksi, ruang bahan baku obat, ruang alat kesehatan, ruang obat termolabil, ruang alat kesehatan dengan suhu rendah,ruang obat mudah terbakar, ruang obat atau bahan obat berbahaya, barang karantina, ruang arsip dokumen12.
Tanggung jawab apoteker diantaranya adalah penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat. Dalam kegiatan distribusi atau penyaluran harus memenuhi cara distribusi yang baik dengan menetapkan Standar Prosedur Operasional13.
Sesuai dengan standar kompetensi apoteker mampu mendesain, melakukan penyimpanan dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan melakukan penyimpanan sediaan farmasi dan alkes dengan tepat, melakukan distribusi sediaan farmasi dan alkes, melakukan pengawasan mutu penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan14.
Persediaan total ward floor stock atau persediaan ruang lengkap memang banyak kekurangannya namun untuk pelayanan perbekalan farmasi yang lebih cepat dan dapat memenuhi persediaan selama 24 jam saat tiba-tiba dibutuhkan, namun juga harus di lakukan monitoring oleh apoteker untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan2.


Daftar Pustaka
1.       Anonim. 2008, Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
2.       Siregar, Charles J.P.,2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.EGC, Jakarta.
3.       Seto, Soerjono., 2001, Manajemen Apoteker untuk Pengelola Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Surabaya: Airlangga University Press.
4.       Seto, S., Manajemen Farmasi, Edisi kedua, Airlangga University Press, Surabaya. 2008
5.       Anonim, 2012, Media Komunikasi K3 RSUP Dr. Sardjito,http://sardjitohospital.co.id/ , 7 April 2012.
6.       Sari, P.P, 2012, Evaluasi sistem pengobatan obat pada tahap distribusi di puskesmas Gribig Kabupaten Kudus tahun 2011. Surakarta : Universitas Setia Budi.
7.       Sheina, Baby, Penyimpanan Obat Di Gudang Instalasi Farmasi Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta Unit I, Yogyakarta, Fakultas Kesehatan Masyarakat , Universitas Ahmad Dahlan.
8.       Anonim, Peraturan Kepala BPOM Nomor Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. BPOM.
9.       Pudjaningsih, Dwi, dan Budiono Santoso, 2006, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit, Logika Vol.3 No.1.
10.   Anonim, 2004. Kepmenkes RI No 1197/Menkes/SK/2004/ Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Depkes RI. Jakarta.
11.   Anonim, 2010, Keputusan Majelis Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia No. 013/APFI/MA/2010 tentang Standar Praktik Kerja Profesi Apoteker (SPKPA).
12.   Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan No 1197 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
13.   Anonim. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Depkes RI.
14.   Anonim. 2011. Standar Kompetensi Apoteker Indonesia. Makassar : Ikatan Apoteker Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar